Gurindam Kesayuan Seorang Murid
Tok Muda berjalan jauh tak jemu,
Mencari guru membawa ilmu,
Tersinggah ia di satu dusun,
Di hujung belukar sunyi berembun.
Terdapat seorang tua menyepi,
Berjanggut putih bersongkok basi,
Teratak kayu beratap rumbia,
Bersama bata tersusun sedia.
Guru ini rupanya hebat,
Dahulu saudagar hartawan kuat,
Tinggal kemewahan, tinggalkan dunia,
Kerana akhirat makin dilupa.
Anak dan isteri jauh tersasar,
Hidup bergaya, jiwa terbiar,
Dibetulkan hati mereka degil,
Lalu guru pun menyendiri mengigil.
Tok Muda datang niatnya satu,
Ingin menadah hikmah yang mutu,
Tapi melihat sang guru uzur,
Tidak terurus, lemah dan hancur.
Tak sampai hati untuk berlalu,
Tok Muda tekad untuk menunggu,
Dua tahun mereka berdua,
Bersama sabar menanti reda.
Makan mereka pucuk pegaga,
Ubi meranti dan jantung pisang jua,
Pucuk gajus dan daun resam,
Buah ara dikutip dalam kelam.
Air bukit jernih diseruput halus,
Bersama ikan seluang, haruan dan sepat halus,
Ikan batang dan ikan rudu,
Berbelang indah menari selalu.
Menjelang senja kami berdua,
Membakar rumput dan daun tua,
Menghalau nyamuk serta agas,
Agar malam tidak terlalu keras.
Cahaya pelita menjadi teman,
Kami mengaji menahan bosan,
Tok Muda menadah, guru mengajar,
Ilmu mengenal terus digegar.
Dua tahun hidup begini,
Sepi namun penuh makna seni,
Sampai tiba saat terakhir,
Sang guru pergi... dunia pun berakhir.
Tok Muda memanggil anak dan waris,
Datang mereka tanpa tangis,
Tiada sedu, tiada sedih,
Hanya tubuh dibawa bersih.
Di tanah perkuburan hati merintih,
Yang lain menguap, ada yang berselfie bersih,
Ada tersenyum lihat hiburan,
Ada yang tunggu dalam kenderaan.
Tiada doa mengiring jenazah,
Hanya langkah tergesa-gesa pasrah,
Terik mentari menjadi alasan,
Sedang tubuh ayah belum dilupakan.
Tok Muda termenung penuh sayu,
Mengenang guru dalam debu,
Kembali ke dusun bertafakur,
Membaca Fatihah, cahaya Quran menyiram nur.
Namun belum habis derita hati,
Anak sang guru datang kembali,
Diusir Tok Muda dari dusun warisan,
Konon tanah itu sudah jadi dagangan.
Tok Muda pulang ke bumi Johor,
Menahan sedih, luka terpendam sukar,
Setahun lamanya termenung sendu,
“Di mana silapnya nilai ilmu?”
=============================================
Jika guru tiada dipeduli,
Jika ilmu dilihat sepi,
Apa lagi tinggal pada umat,
Melainkan dunia yang makin tamat.
Jangan dinilai guru dengan harta,
Jangan diukur dengan usia tua,
Kerana pada ilmunya ada cahaya,
Yang membawa kita ke jalan syurga.
No comments:
Post a Comment